Wednesday, November 10, 2021

10. Antara Kuantitatif, Kualitatif, dan Filsafat: Dalam Evaluasi Pendidikan


Filsafat berada di atas kualitatif, sedangkan kualitatif berada di atas kuantitatif. Filsafat itu ditambah metafisik, dan sedikit menyentuh spiritualitas. Kuantitatif tujuannya cenderung untuk menerima atau menolak. Kuantitatif banyak pengulangan. Sedangkan kualitatif sedikit pengulangan. Separuh ilmu adalah logika, sedangkan separuhnya lagi adalah pengalaman. Evaluasi adalah kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif. Inti dari evaluasi adalah untuk memperbaiki bukan untuk mencari kesalahan.

Kekuatan kuantitatif adalah statistiknya, sedangkan kualitatif yang kuat adalah alur, konteksnya, dan hubungannya. Sedangkan filsafat kekuatannya adalah Keluasannya dan kedalamannya. Luas dan dalam itu adalah pikiran para filusuf. Dalam Kuantitatif, semakin banyak semakin baik, sedangkan kualitatif semakin asli, semakin unik, tanpa plagiat, semakin bagus kualitasnya.

Kekurangan media social adalah mengungkap keburukan orang lain kepada masyarakat umum. Terlalu banyak hal-hal negatif di media social. Sebenarnya yang terpenting adalah keikhlasan. Salah satunya adalah keikhlasan dalam meminta maaf dan dalam memaafkan. Manusia adalah makhluk tidak sempurna, mungkin maksud tindakannya baik, tujuannya adalah keikhlasan, tetapi tidak jarang malah menimbulkan pro dan kontra. Artinya, ada saja kemungkinan ada efek atau dampak negatif dari tindakan seseorang, sehingga menjadi tidak ikhlas pada akhirnya. Sejatunya semua orang harus berpolitik, yaitu politik bela negara, artinya politik yang murni.

Di Inggris, guru memberikan pertanyaan kepada siswa, minggu depan siswa ingin belajar apa? Sehingga siswa dapat memberikan aspirasi, dan kemungkinan aspirasi siswa berbeda-beda. Kemudian guru membuat perangkat pembelajaran sesuai dengan keinginan siswa tadi. Inilah maksud dari kurikulum yang berkaitan dengan otonomi siswa, guru, sekolah, atau daerah.  Sementara itu, di Jepang, pendidikannya unggul dalam segi membuat scenario atau skema. Mulai dari awal sampai akhir pembelajaran dibuat skenarionya, beserta solusi-solusi dari setiap tahap, jika terdapat masalah.

Di Indonesia, sedang mencari jati diri, sehingga sulit melihat sesuatu yang konsisten. Ketika sedang mencari jati diri inilah malah bisa melihat dan bertindak sesuai kebutuhan masyarakat, tetapi cenderung bisa berubah-ubah kebijakannya. Di Indonesia, terdapat otonomi daerah, yang konsepnya masih tanda Tanya. standar nasional bisa berbeda dengan standar daerah, dan bisa sangat lebar. Seharusnya program daerah harus dikompromikan dengan pusat. Demikian pula untuk kurikulum pendidikan, seharusnya dikompromikan, tidak hanya dibuat oleh pusat tanpa berkompromi dengan daerah.

Saat ini yang unggul teknologi dan perdagangannya maka dialah yang unggul di dunia. Misalnya, Jepang pernah merubah mindset, sebelum perang dunia, di jepang itu zaman penakhlukan daerah-daerah di jepang untuk menciptakan jepang yang satu. Setelah perang dunia ke 2, mindsetnya berubah menjadi negeri penjajah di tingkat dunia, artinya menjajah wilayah lain, atau negara lain. Tetapi setelah kalah perang (peristiwa Hirosima dan Nagasaki), Jepang berubah mindsetnya menjadi negeri yang damai, walaupun secara tidak terlihat masih ingin menguasai dunia, dari sisi ekonomi. “Jepang itu kaya karena miskin, tetapi Indonesia itu miskin karena kaya”. Indonesia masih banyak yang kelaparan padahal lahan begitu luas, misalnya lahan pertanian. Di jepang, lahan yang sempit pun, atau tidak ada lahan pun, masih bisa diusahakan untuk bisa menanam tanaman makanan, dengan menggunakan ide mereka.

10 tahun sampai 15 tahun yang lalu Indonesia, masih dianggap dunia sebagai negara terbelakang. Setelah era teknologi, komunikasi menjadi cair. Saat ini, Indonesia sudah mendapat pujian dari dari pimpinan negara lain. Saat ini Indoensia menjadi pemimpin dunia, G20. Negara yang hanya mengandalkan “jasa” tidak bisa bertahan dengan kondisi dunia saat ini. Artinya, negeri yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang banyak atau bagus sekaligus, itulah yang dapat bertahan di keadaan dunia saat ini.

PEP melekat di pendidikan, menjadi salah satu pilar dari pendidikan. Hakikat dari evaluasi secara intuisi adalah pengukuran, penilaan, pencatatan. Portofolio adalah cara pengumpulan. Apakah bisa evaluasi dalam bentuk portofolio?, bagaimna posisi evaluasi dalam beberapa macam ideology pendidikan. 

No comments:

Post a Comment

10. Antara Kuantitatif, Kualitatif, dan Filsafat: Dalam Evaluasi Pendidikan

Filsafat berada di atas kualitatif, sedangkan kualitatif berada di atas kuantitatif. Filsafat itu ditambah metafisik, dan sedikit menyentu...