Wednesday, November 10, 2021

10. Antara Kuantitatif, Kualitatif, dan Filsafat: Dalam Evaluasi Pendidikan


Filsafat berada di atas kualitatif, sedangkan kualitatif berada di atas kuantitatif. Filsafat itu ditambah metafisik, dan sedikit menyentuh spiritualitas. Kuantitatif tujuannya cenderung untuk menerima atau menolak. Kuantitatif banyak pengulangan. Sedangkan kualitatif sedikit pengulangan. Separuh ilmu adalah logika, sedangkan separuhnya lagi adalah pengalaman. Evaluasi adalah kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif. Inti dari evaluasi adalah untuk memperbaiki bukan untuk mencari kesalahan.

Kekuatan kuantitatif adalah statistiknya, sedangkan kualitatif yang kuat adalah alur, konteksnya, dan hubungannya. Sedangkan filsafat kekuatannya adalah Keluasannya dan kedalamannya. Luas dan dalam itu adalah pikiran para filusuf. Dalam Kuantitatif, semakin banyak semakin baik, sedangkan kualitatif semakin asli, semakin unik, tanpa plagiat, semakin bagus kualitasnya.

Kekurangan media social adalah mengungkap keburukan orang lain kepada masyarakat umum. Terlalu banyak hal-hal negatif di media social. Sebenarnya yang terpenting adalah keikhlasan. Salah satunya adalah keikhlasan dalam meminta maaf dan dalam memaafkan. Manusia adalah makhluk tidak sempurna, mungkin maksud tindakannya baik, tujuannya adalah keikhlasan, tetapi tidak jarang malah menimbulkan pro dan kontra. Artinya, ada saja kemungkinan ada efek atau dampak negatif dari tindakan seseorang, sehingga menjadi tidak ikhlas pada akhirnya. Sejatunya semua orang harus berpolitik, yaitu politik bela negara, artinya politik yang murni.

Di Inggris, guru memberikan pertanyaan kepada siswa, minggu depan siswa ingin belajar apa? Sehingga siswa dapat memberikan aspirasi, dan kemungkinan aspirasi siswa berbeda-beda. Kemudian guru membuat perangkat pembelajaran sesuai dengan keinginan siswa tadi. Inilah maksud dari kurikulum yang berkaitan dengan otonomi siswa, guru, sekolah, atau daerah.  Sementara itu, di Jepang, pendidikannya unggul dalam segi membuat scenario atau skema. Mulai dari awal sampai akhir pembelajaran dibuat skenarionya, beserta solusi-solusi dari setiap tahap, jika terdapat masalah.

Di Indonesia, sedang mencari jati diri, sehingga sulit melihat sesuatu yang konsisten. Ketika sedang mencari jati diri inilah malah bisa melihat dan bertindak sesuai kebutuhan masyarakat, tetapi cenderung bisa berubah-ubah kebijakannya. Di Indonesia, terdapat otonomi daerah, yang konsepnya masih tanda Tanya. standar nasional bisa berbeda dengan standar daerah, dan bisa sangat lebar. Seharusnya program daerah harus dikompromikan dengan pusat. Demikian pula untuk kurikulum pendidikan, seharusnya dikompromikan, tidak hanya dibuat oleh pusat tanpa berkompromi dengan daerah.

Saat ini yang unggul teknologi dan perdagangannya maka dialah yang unggul di dunia. Misalnya, Jepang pernah merubah mindset, sebelum perang dunia, di jepang itu zaman penakhlukan daerah-daerah di jepang untuk menciptakan jepang yang satu. Setelah perang dunia ke 2, mindsetnya berubah menjadi negeri penjajah di tingkat dunia, artinya menjajah wilayah lain, atau negara lain. Tetapi setelah kalah perang (peristiwa Hirosima dan Nagasaki), Jepang berubah mindsetnya menjadi negeri yang damai, walaupun secara tidak terlihat masih ingin menguasai dunia, dari sisi ekonomi. “Jepang itu kaya karena miskin, tetapi Indonesia itu miskin karena kaya”. Indonesia masih banyak yang kelaparan padahal lahan begitu luas, misalnya lahan pertanian. Di jepang, lahan yang sempit pun, atau tidak ada lahan pun, masih bisa diusahakan untuk bisa menanam tanaman makanan, dengan menggunakan ide mereka.

10 tahun sampai 15 tahun yang lalu Indonesia, masih dianggap dunia sebagai negara terbelakang. Setelah era teknologi, komunikasi menjadi cair. Saat ini, Indonesia sudah mendapat pujian dari dari pimpinan negara lain. Saat ini Indoensia menjadi pemimpin dunia, G20. Negara yang hanya mengandalkan “jasa” tidak bisa bertahan dengan kondisi dunia saat ini. Artinya, negeri yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang banyak atau bagus sekaligus, itulah yang dapat bertahan di keadaan dunia saat ini.

PEP melekat di pendidikan, menjadi salah satu pilar dari pendidikan. Hakikat dari evaluasi secara intuisi adalah pengukuran, penilaan, pencatatan. Portofolio adalah cara pengumpulan. Apakah bisa evaluasi dalam bentuk portofolio?, bagaimna posisi evaluasi dalam beberapa macam ideology pendidikan. 

Wednesday, November 3, 2021

Hakikat Matematika, Apakah yang Terbaik untuk Indonesia?

 

A.    Sejarah Matematika

Hakikat matematika dapat ditelusuri dari sejarah kuno matematika ke yang kontemporer. Kata "matematika" berasal dari Yunani “máthema” yang berarti ilmu, pengetahuan, atau pembelajaran; dan "mathematikós" berarti "suka belajar" (Marsigit, 2009). Artinya, pada hakikatnya matematika adalah kesukaan dalam belajar. Belajar matematika seharusnya menyenangkan. Selanjutnya Menurut Marsigit (2009), Matematika, seperti aktivitas manusia lainnya, memiliki mode, dan semakin dekat dengan periode tertentu, semakin besar kemungkinan mode ini terlihat seperti gelombang dari masa lalu ke masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya matematika adalah akitivitas biasa, bukanlah aktivitas yang khusus, dan manusia terbiasa beraktivitas individu maupun secara sosial.

Peradaban Sumeria berkembang sebelum 3500 SM, sebuah peradaban maju membangun kota dan mendukung rakyat dengan sistem irigasi, sistem hukum, administrasi, dan bahkan layanan pos. Menulis dikembangkan dan berhitung adalah berdasarkan sistem sexagesimal, yaitu basis 60. Sekitar 2300 SM, Akkadians menemukan sempoa sebagai alat untuk menghitung dan mereka mengembangkan metode aritmatika dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Sekitar 2000 Sebelum Masehi, bangsa Sumeria telah mengembangkan bentuk tulisan abstrak berdasarkan cuneiform yaitu simbol berbentuk baji. Simbol mereka ditulis pada tablet tanah liat basah yang dipanggang di bawah terik matahari dan ribuan tablet ini bertahan hingga hari ini. Babilonia tampaknya telah mengembangkan simbol pengganti yang berfungsi sebagai nol pada abad ke-3 SM, tetapi makna dan penggunaannya yang tepat masih belum pasti. Mereka tidak memiliki tanda untuk memisahkan angka menjadi bagian integral dan pecahan seperti titik desimal modern (Angka tiga tempat 3 7 30) (Marsigit, 2009). Artinya, pada awalnya, matematika muncul sebagai solusi dari permasalahan manusia di masa lampu, yang kemudian dipelajari juga oleh manusia di zaman sekarang.

Abad ke-17, periode revolusi ilmiah, menyaksikan konsolidasi astronomi heliosentris Copernicus dan pembentukan fisika inersia dalam karya Kepler, Galileo, Descartes, dan Newton. Periode ini juga merupakan salah satu aktivitas intens dan inovasi dalam matematika, yang selanjutnya dalam perkembangannya menghasilkan ideology pendidikan, khususnya matematika, dari masa ke masa.

 

B.     Hakikat Matematika menurut 5 Ideologi Pendidikan

1.      Industrial Trainers

Matematika adalah “bangunan pengetahuan dan teknik yang jelas” (Lawlor, 1988: 9), terdiri dari fakta-fakta dan keterampilan (juga “konsep rumit dan canggih yang lebih tepat untuk penelitian akademik”). Keterampilan mencakup “pemahaman matematika sederhana” dan fakta-fakta termasuk “2 + 2 = 4” (Letwin, 1988). Matematika Sekolah jelas batas-batasnya dari daerah lain pengetahuan, dan harus dijaga bebas dari noda hubungan silang-kurikuler dan nilai-nilai sosial (Lawlor, 1988: 7). Isu-isu sosial tidak punya tempat dalam matematika (Kampanye untuk 155 Pendidikan Real, 1987), yang benar-benar netral, dan perhatian hanya isi yang obyektif seperti bilangan dan perhitungan.

Dengan demikian adanya isu sosial seperti multikulturalisme, etnisitas, anti-seksisme, anti-rasisme, studi-dunia, isu lingkungan, perdamaian dan persenjataan, langsung ditolak. Bukan saja mereka dianggap tidak relevan dengan matematika, mereka merusak budaya Inggris (Falmer, 1986). Matematika adalah alat bebas nilai, dan sehingga dengan memasukkan isu-isu seperti itu, biasanya merupakan upaya jahat untuk merusak netralitasnya. Industrial Triner menganggap hakikat matematika merupakan badan dari pengetahuan, sangat central perannya, sehingga harus netral.

 

2.      Technological Pragmatists

Technological Pragmatists menganggap pengajaran matematika adalah utilitarian, yaitu siswa harus diajar matematika pada tingkat yang tepat untuk mempersiapkan mereka untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dewasa. Tujuan ini memiliki tiga komponen cabang: (1) untuk membekali siswa dengan pengetahuan matematika dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan, (2) untuk mengesahkan pencapaian matematika siswa untuk membantu seleksi untuk kerja, dan (3) teknologi lebih lanjut dengan pelatihan teknologi menyeluruh, seperti dalam kesadaran komputer dan keterampilan teknologi informasi (Ernes, 2004). Terlihat bahwa Technological Pragmatists menganggap hakikat matematika adalah kebenaran ilmu pengetahuan yang harus dikuasai siswa agar tepat (tidak ada kesalahan) ketika digunakan dalam bekerja, artinya yang terpenting berguna pada dunia kerja dan teknologi.

 

3.      Old Humanists

Kemutlakan ideologi ini berarti bahwa matematika terlihat sebagai sebuah bagian ilmu pengetahuan objektif yang murni, berdasarkan penalaran dan logika, bukan karangan. Jadi hal ini adalah bagian dari struktur ilmu pengetahuan yang secara logika, cenderung memiliki pandangan bahwa matematika sebagai hirarkis. Akar dari pandangan tersebut bermula pada Plato, yang memandang ilmu matematika pada kemutlakan, istilah yang sukar dipahami sebagai kemurnian, benar dan baik (Brent, 1978).

Old Humanis menyebarkan matematika murni, dengan perhatian pada struktur, tingkat konseptual, dan kekakuan subjek. Tujuannya adalah untuk mengajar matematika pada nilai intrinsiknya, sebagai sebuah bagian pusat warisan manusia, budaya, dan penghargaan intelektual. Keperluan ini membawa siswa menyadari dan menilai dimensi keindahan dan estetika matematika murni, di luar campur tangan pada pembelajarannya. Sebuah tujuan tambahan yang penting adalah pendidikan dari ahli matematika murni di masa depan, yang mengenalkan unsure keElitan. Old Humanis menganggap hakikat matematika adalah stuktur dari ilmu pengetahuan, struktur yang kaku, namun indah.

 

4.      Progressive Educators

Filsafat matematika adalah absolut, melihat kebenaran matematika sebagai kemutlakan dan dapat dipercaya. Tapi hal ini adalah kemutlakan progresif, karena nilai yang besar melekat pada peran individu yang akan datang untuk mengetahui kebenaran ini. Manusia dipandang maju, dan semakin dekat pada kebenaran matematika sempurna. Atas dasar nilai terhubung, matematika dirasakan dalam hal humanistik dan pribadi, dan  , kekreatifannya dari sisi manusia, dan pengetahuan subjektif dinilai dan ditekankan. Tapi ini digabungkan dengan absolutisme. Dengan demikian pandangan matematika adalah absolut progresif, absolutisme diwarnai oleh, nilai-nilai kemanusiaan terhubung.

Ideologi para pendidik progresif dalam matematika kebanyakan adalah bahan ribuan tahun lalu. Tiga hal yang saling bersangkut paut dengan tradisi dalam matematika ini dapat ditetapkan. Ketentuan dari sebuah lingkungan terstruktur yang tepat dan pengalaman dalam mempelajari matematika; Pengembangan penyelidikan sendiri dan aktif dalam matematika, oleh anak, yaitu sebuah kepedulian terhadap perasaan anak, motivasi dan sikap serta perlindungan dari aspek negatif. Sejak pergantian abad pendidik progresif telah mencoba menyediakan lingkungan terstruktur yang tepat dan pengalaman bagi anak-anak. Kecerdasan telah disangkut-pautkan dalam pengembangan peralatan terstruktur matematika untuk beberapa topik seperti angka dan aljabar.

Progressive Educators menganggap matematika menyumbang perkembangan meyeluruh dari pertumbuhan manusia, untuk mengembangkan kreativitas anak dan realisasi diri dalam pengalaman belajar matematika. Hal ini mencakup dua hal. Pertama, perkembangan anak sebagai penyelidik diri sendiri dan orang yang tahu matematika. Kedua, mengembangkan kepercayaan diri anak, sikap positif dan mengagumi diri sendiri dengan penghargaan terhadap matematika, dan melindungi anak dari pengalaman negatif yang mungkin merusak sikap ini. Sehingga jelas bahwa Progressive Educators menganggap hakikat matematika adalah proses berpikir, terutama berpikir kreatif.

 

5.      Public Educators

Public Educator menganggap matematika sebagai konstruktivisme sosial. Hal ini memerlukan suatu pandangan pengetahuan matematika sebagai yang dapat dibenarkan dan quasi-empiris; pembubaran batas-batas subjek yang kuat, dan penerimaan nilai sosial dan pandangan sosio-historis dari subjek, dengan matematika dipandang sebagai terikat budaya (culturebound) dan sarat akan nilai (valueladen). Perwujudan matematika pada kegiatan social dapat ditempuh dengan cara kerja proyek. Dengan adanya proyek, maka beberapa siswa di dalam kelompok bekerjasama, berinteraksi social, untuk menyelesaikan suatu proyek yang berorientasi pada matematika. Pernyataan yang jelas tentang tujuan dan prinsip-prinsip proyek diberikan oleh Zimmer.

a.       Tidak akan ada lagi pengajaran kelas. Semuanya akan dilakukan melalui proyek-proyek.

b.      Proyek harus memenuhi kebutuhan kelas pekerja yang bertujuan untuk mencapai penentuan nasib sendiri.

c.       Prinsip penentuan nasib sendiri juga harus berlaku di dalam sekolah, dan dalam memilih proyek.

d.      Sekolah tidak harus hidup dalam dunia sendiri, tetapi harus pindah kembali ke dalam masyarakat di daerah di mana perubahan dibutuhkan.

e.       Anak-anak harus diberi semua kesempatan untuk pemenuhan diri. Mereka harus bahagia, dan kebutuhan mereka harus dipenuhi, sejauh ini mungkin dalam konteks sekolah.

f.        Anak-anak tidak harus dilenyapkan dari masyarakat, atau mereka bisa menerapkan pengembangan aplikasi mereka hanya untuk lingkungan sendiri yang terbatas. Mereka harus membela kepentingan-kepentingan mereka dalam kaitannya dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, dan mereka harus bernegosiasi dan mengejar kepentingan mereka secara demokratis. (Lister, 1974, halaman 125-126)

Jadi Zimmer mengusulkan bahwa situasi kehidupan dari peserta didik adalah titik awal dari perencanaan pendidikan; prolehan pengetahuan adalah bagian dari proyek; dan perubahan sosial adalah tujuan akhir dari kurikulum. Dia menyarankan bahwa kurikulum harus berdasarkan proyek-proyek untuk membantu diri murid mengembangkan diri dan kemandirian, dengan topik seperti 'konflik di pabrik' dan 'kantor kesejahteraan sosial'.

Tujuan dari Public Educator adalah mengembangkan demokrasi kewarganegaraan melalui pemikiran kritis dalam matematika. Ini melibatkan pemberdayaan individu untuk menjadi pemecah percaya diri dan mengemukakan masalah matematika yang tertanam dalam konteks sosial, dan dengan demikian pemahaman lembaga sosial matematika. Pada tingkat yang lebih dalam, ia membantu peserta didik untuk menjadi terlibat dalam kegiatan matematika, yang tertanam dalam sosial pelajar dan konteks politik (Mellin-Olsen, 1987). Tujuan-tujuan ini berasal dari keinginan untuk melihat konstribusi pendidikan matematika pada kemajuan keadilan social bagi semua masyarakat. Artinya Public Educator menganggap hakikat matematika sebagai aktivitas social.

 

C.    Ideologi Pendidikan Matematika yang Cocok untuk Indonesia

 Pada awalnya hakikat matematika adalah kesukaan dalam belajar. Matematika pada awalnya pun dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan di masa lampau. Saat ini pun sejatinya matematika dipelajari untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di masa ini. Akan tetapi ada hakikat yang melenceng, yaitu matematika cenderung digunakan untuk memuaskan nafsu di dunia industri. Selain itu makna awal matematika pun telah pudar, matematika bukan lagi sesuai artinya yaitu “kesukaan dalam belajar”, saat ini matematika telah menjadi “momok dalam belajar”, hal ini ditandai dengan rendahnya nilai ujian matematika, khususnya di Indonesia.

Solusinya adalah dengan cara mengembalikan matematika ke hakikat awalnya, yaitu kesukaan dalam belajar. Bagaimana cara membuat matematika menjadi menyenangkan? Mungkin saja ketidaksukaan terhadap matematika adalah karena selama ini masalah matematika dianggap sebagai masalah individu, dipikirkan sendiri, diselesaikan sendiri, sehingga sendiri dalam tekanan, sendiri dalam ketakutan. Bagaimana jika dirubah menjadi masalah matematika adalah masalah social? Suatu masalah matematika dikerjakan oleh kelompok siswa. Didalam kelompok tersebut, siswa-siswa saling bekerjasama, saling berkomunikasi, saling berinteraksi untuk menyelesaikan maslah matematika.

Sejatinya model pembelajaran kooperatif sudah digunakan salam pembelajaran matematika selama ini. Akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Perlu adanya stimulus yang lebih menantang agar kerja kelompok tersebut dapat lebih berarti dan lebih bermanfaat. Salah satu solusinya adalah dengan pengadaan proyek, proyek yang berorientasi pada masalah matematika, dan kontekstual dengan dunia sehari-hari, untuk menhasilkan produk yang dapat bermanfaat untuk masyarakat, social, bukan untuk diri sendiri.

Pembelajaran matematika yang berbasis proyek ini secara langsung maupun tidak langsung akan merubah hakikat matematika dari permasalahan individu menjadi permasalahan yang harus dipecahkan bersama oleh kelompok, di sinilah akan terjadi interkasi social, di dalam kelompok susah bersama-sama, senang bersama-sama. Seperti kata pepatah Indonesia, “berat sama di pikul, ringan sama dijinjing.” Artinya model pembelajaran berbasis proyek ini dirasa cocok untuk kultur siswa Indonesia, yag cenderung lebih mudah memahami Bahasa teman sebaya dibandingkan Bahasa gurunya. Siswa Indonesia cenderung malu bertanya kepada gurunya ketika mengalami kesulitan, mungkin karena malu atau takut. Siswa Indonesia lebih terbuka. Lebih berani bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya kepada teman kelompoknya.

9. Jangan jadi Pendidik Berjiwa Penjajah

 

Wahai para pendidik, jangan menjadi pendidik yang berjiwa menjajah. Diktator terhadap siswa. Mengatur siswanya terlalu berlebihan. Memanfaatkan siswanya untuk kepentingan pribadi pendidiknya. Pendidikan harusnya memberikan contoh yang baik di depan siswanya, karena pendidikan adalah role model, panutan bagi siswanya. Pendidikan harusnya memperhatikan kebutuhan siswa dalam menentukan materi pelajaran.

Pendidik harusnya menjadikan pembelajaran materi pelajaran menjadi suatu aktivitas social, agar siswa yang satu dengan siswa yang laind apat bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, untuk membuat produk yang dapat bermanfaat bagi masyarakat, dalam arti sempit, maupun luas, sesuai kemampuan siswa tersebut.

Di tingkat sekolah, seharunya materi pelajaran kontektual, artinya dekat dengan siswa. Siswa tingkat dasar misalnya, sebaiknya belajar dengan benda-benda konkret, bukanlah benda-benda abstrak. Ilmu itu sejatinya merupakan benda abstrak, oleh karena itu kurang cocok mengatakan ilmu di tingkat sekolah dasar. Ilmu cocoknya dibicarakan di kalangan orang dewasa, misalnya di tingkat mahasiswa S2, S3.

 

Wednesday, October 20, 2021

REFLEKSI FILSAFAT PENDIDIKAN, APA YANG TERBAIK?

 

Dalam golongan filsafat pendidikan tradisional terdapat industrional trainer, technological pragmatism, dan old humanism. Sementara itu golongan filsafat pendidikan modern yaitu progressive educator dan public educator. Diantara kelima jenis pendidikan tersebut, yang terbaik adalah public educator. Dalam public educator politiknya bersifat demokrasi, setiap siswa mempunyai hak yang sama untuk bertindak. Pengetahuannya diperoleh melalui aktivitas social. Moral yang dijunjung dalam public educator adalah kebebasan. Teori masyarakatnya adalah kebutuhan revormasi atau pembaruan.

Dalam public educator teori siswanya yaitu konstruktivisme, siswa mebangun sendiri pengetahuannya. Sementara itu teori kemampuannya adalah kemampuan menerjemahkan. Tujuan pendidikannya adalah mengkonstruksi kehidupan secara mandiri. Dalam public educator teori belajar adalah juga bagaimana mampu menerjemahkan dengan baik dan benar. Sementara itu teori pengajarannya bersifat menerjemahkan atau diskusi atau mengartikan. Sumber belajarnya adalah lingkungan social, tidak terbatas. Evaluasi yang dilakukan dalam public educator adalah portofolio atau konteks social, yang merekam perkembangan siswa dari masa ke masa. Yang terakhir, ditinjau dari sisi perbedaan, public educator menganut kehetorogenan.

 

8. PIKIRAN IMMANUEL KANT, DI ANTARA LANGIT DAN BUMI

 

Ada yang bersifat tetap dan sebaliknya yang bersifat berubah. Kita awali yang bersifat tetap adalah idealism, sedangkan yang bersifat berubah adalah materialisme. Yang bersifat tetap adalah Monoisme, sedangkan yang bersifat berubah adalah Pluralisme. Yang bersifat tetap adalah Spiritualisme sedangkan yang bersifat berubah adalah Realisme. Segala hal yang bersifat tetap dapat dianggap ilmu langit, sedangkan segala hal yang bersifat berubah dapat dianggap ilmu bumi. Yang bersidat tepat adalah analitik, sedangkan yang bersifat berubah adalah sintetik.

Selanjutnya yang bersifat tetap adalah hukum, theorem, dan aksioma, sedangkan yang bersifat berubah adalah pengalaman atau empiris. Orang yang mempercayai apa yang belum ia kenali, dapat menerima hanya berdasarkan informasi yang diperolehnya disebut orang beraliran A Priori. Sedangkan orang yang tidak mudah mempercayai informasi sehingga harus melihat, mendengar, atau mengenali secara langsung objeknya disebut orang beraliran Empiricism. Pada intinya A Proiri dapat menerima segala teori yang memang diterima secara umum, sedangkan Empiricism harus mengalami sendiri suatu kejadian untuk dapat mempercayai sesuatu hal.

Selanjutnya yang bersifat tetap adalah Identitas, misalkan A = A, senantiasa tetap. Sedangkan yang bersifat berubah adalah Kontradiksi, misalkan  A ≠ A, senantiasa berubah, sebagai analogi bahwa Kita yang sekarang bukan Kita yang dahulu atau yang akan dating, senantiasa berubah. Pada intinya segala sesuatu yang bersifat tetap hanya milik Tuhan, kuasa Tuhan, Kausa Prima. Sementara itu segala sesuatu yang bersifat berubah berada di alam, atau disebut hukum alam.

Salah satu tokoh pendukung “Ketetapan” selain Permenides yaitu Rene Descartes. Dipihak lain, sebagai penantangnya, yaitu tokoh yang mendukung “Perubahan” selain Heraclitos yaitu David Hume. Ditengah pertentangan hebat tersebut ada seorang tokoh yang mmenjadi juru damai yaitu Imanuel Kant. Imanuel Kant mempertanyakan apakah semua hal bersifat tetap? Apakah semua hal bersifat berubah? Menurut pengamatannya tidak semua hal di dunia ini bersifat tetap dan tidak pula semuanya bersifat berubah. Sebagai contoh sederhana, sesuatu yang bersifat tetap adalah garis keturunan. Sampai kapanpun, dari dulu sampai sekarang dan nanti, Kita tetaplah anak dari orang tua kita, tidak akan pernah berubah status tersebut, status kekeluargaan tersebut akan tetap melekat, meskipun kita merubah nama Kita sekalipun.

Selanjutnya apa contoh dari hal yang bisa berubah? Yaitu pikiran kita. Pikiran kita dapat senantiasa berubah seiring sejalan dengan ilmu pengetahuan yang kita konstruksi dalam pikiran kita. Imanuel Kant Mengawinkan antara apa yang tetap dengan apa yang berubah yang disebut Sintetik Apriori. Selanjutnya ada tokoh yang sangat keras menentang kedua kelompok yang sudah dipaparkan sebelumnya, yaitu kelompok tetap dan kelompok berubah. Tokoh tersebut adalah Auguste Compte (1857). Auguste Compte menyatakan bahwa “Ketetapan” dan “Perubahan” sama-sama tidak berguna. Auguste Compte membuat aliran baru yaitu Positivsm, yang meletakkan positif sebagai puncak tertinggi, kemudian dilanjutkan di bawahnya yaitu metafisik, kemudian menempatkan agama di paling dasar. Sontak saja pemikiran Auguste Compte ini mengguncang dunia, apalagi kaum spriritualis.

 

7. PENTINGNYA REDUKSI DAN BAHAYANYA REDUKSI

 

Infinit rigres oleh Aristoteles, artinya tanpa ujung, tak terhingga. Reduksi berbahaya bagi orang yang tidak pakar. Reduksi artinya meringkas, mengeliminasi. Makhluk yang teriliminasi bisa merasa tersakiti, tersinggung, bahkan mati. Itulah artinya bahayanya mereduksi. Immanuel Kant melihat filsafat menjadi dua kutub, yaitu yang di atas itu apriori yang di bawah itu aposteriori, yang di atas itu langit dan yang di bawah itu bumi, dan sebagainya. Transenden terletak di kutub atas. Transenden kedudukannya paling tinggi atau yang kedudukannya lebih tinggi.

Immanuel Kant dan Aguste Komte sama-sama mengalami kebingungan, kesumpekan, terhadap kondisi di zamannya. Aguste Comte mencetuskan aliran positivism, yang menyatakan bahwa agama tidak bisa untuk membangun dunia, meletakkan agama paling bawah dan meletakkan positif di puncak tertinggi. Pendapat Aguste Comte ini disadari atau tidak memicu lahirnya metode ilmiah dan teknologi, hingga negara yang menjajah negara yang lain, menuju zaman industrial trainer. Inggris salah satu negara yang bercirikan Industrialis trainer.

Dalam Tipe Industrial Trainer, politiknya radical right. Pengetahuannya adalah Body of knowledge. Moralnya adalah baik vs buruk. Socialnya adalah market orientation. Siswa adalah empty vessel. Kemampuan adalah Talent dan Effort. Tujuan pendidikan adalah Back to Basic. Teori pembelajarannya adalah hardwork, drill, dan memorize. Teori Pengajaran adalah transfer of knowledge. Alat dan bahannya adalah papan tulisd an kapur. Evaluasinya adalah External Test. Kulturnya adalah monoculture.

Wednesday, October 13, 2021

REFLEKSI PERTEMUAN KE TUJUH


 

Infinit rigres oleh Aristoteles, artinya tanpa ujung, tak terhingga. Reduksi berbahaya bagi orang yang tidak pakar. Reduksi artinya meringkas, mengeliminasi. Makhluk yang teriliminasi bisa merasa tersakiti, tersinggung, bahkan mati. Itulah artinya bahayanya mereduksi. Immanuel Kant melihat filsafat menjadi dua kutub, yaitu yang di atas itu apriori yang di bawah itu aposteriori, yang di atas itu langit dan yang di bawah itu bumi, dan sebagainya. Transenden terletak di kutub atas. Transenden kedudukannya paling tinggi atau yang kedudukannya lebih tinggi.

Immanuel Kant dan Aguste Komte sama-sama mengalami kebingungan, kesumpekan, terhadap kondisi di zamannya. Aguste Comte mencetuskan aliran positivism, yang menyatakan bahwa agama tidak bisa untuk membangun dunia, meletakkan agama paling bawah dan meletakkan positif di puncak tertinggi. Pendapat Aguste Comte ini disadari atau tidak memicu lahirnya metode ilmiah dan teknologi, hingga negara yang menjajah negara yang lain, menuju zaman industrial trainer. Inggris salah satu negara yang bercirikan Industrialis trainer.

Dalam Tipe Industrial Trainer, politiknya radical right. Pengetahuannya adalah Body of knowledge. Moralnya adalah baik vs buruk. Socialnya adalah market orientation. Siswa adalah empty vessel. Kemampuan adalah Talent dan Effort. Tujuan pendidikan adalah Back to Basic. Teori pembelajarannya adalah hardwork, drill, dan memorize. Teori Pengajaran adalah transfer of knowledge. Alat dan bahannya adalah papan tulisd an kapur. Evaluasinya adalah External Test. Kulturnya adalah monoculture.

10. Antara Kuantitatif, Kualitatif, dan Filsafat: Dalam Evaluasi Pendidikan

Filsafat berada di atas kualitatif, sedangkan kualitatif berada di atas kuantitatif. Filsafat itu ditambah metafisik, dan sedikit menyentu...